1. Sejarah Awal Terciptanya Sepeda Motor
Sepeda motor pertama di buat oleh ahli
mesin Jerman Gottlieb Daimler tahun 1885 ketika dia memasang sebuah
mesin dengan pembakaran sempurna pada sebuah sepeda kayu yang dia desain
sendiri. Sepeda tersebut memiliki empat roda, termasuk dua roda
tambahan (seperti roda pada sepeda anak-anak).
Selama tahun 1914, bentuk dasar dari sepeda motor modern mulai terbentuk. Bentuk tersebut meliputi peletakan mesin di antara roda depan dan belakang dan sebuah rantai untuk mentransger tenaga dari mesin ke roda belakang.
Selama PD I (1914-1918), sepeda motor terbukti sebagai sarana transportasi yang tangguh bagi militer Amerika dan Eropa, mampu mengurangi beban jalan raya dan mampu membawa alat komunikasi jauh lebih ke depan garis pertempuran. Sesudah perang, penggunaan sepeda motor menyebar luas ke Eropa dan Amerika.
Sampai tahun 1950-an, kebanyakan sepeda motor di Amerika utara di produksi oleh Harley-Davidson atau oleh perusahaan Inggris seperti Birmingham Small Arms Company (BSA), Norton, dan Triumph.
Periode 1960 dan 1970, perusahaan Jepang seperti Honda, Kawasaki, Suzuki, dan Yamaha, mulai memperkenalkan sepeda motor dengan pengembangan pada mesin dan suspensi dan mereka mampu bersaing dengan produsen motor yang sudak lebih dulu ada. Kelak, sepeda motor dengan mesin 4 langkah 750 sampai 1200 cc yang bertenaga besar produksi mereka akan mendominasi pasar sepeda motor jalan raya, sementara mesin 2 langkah yang ber-cc 250 sampai 500 akan menguasai pasar sepeda motor off-road.
2.SEJARAH PERKEMBANGAN SEPEDA MOTOR DI DUNIA
3. perkembangan sepeda motor dari zaman ke zaman
4.Sejarah sepeda motor di Indonesia
Sepeda motor Hildebrand & Wolfmüller inilah yang menjadi sepeda motor pertama yang datang ke Indonesia. Diimpor secara langsung lewat pelabuhan Surabaya dari pabriknya di Muenchen, Jerman oleh John C. Potter ekspatriat asal Inggris yang bekerja sebagai masinis di Pabrik Gula Oemboel, Probolinggo, yang saat itu masuk dalam Karesidenan Besuki yang meliputi wilayah Probolinggo, Bondowoso, Situbondo, Jember dan Banyuwangi, Jawa Timur. Pada masa tersebut, Pemerintah Kolonial Belanda tengah menjalankan politik tanam paksa (cultuur stelsel) dan membolehkan pihak asing dari luar Belanda untuk menjalankan usahanya dengan sejumlah pajak tertentu. Gula adalah salah satu komoditas favorit, dan pabrik gula - yang tentunya termasuk perkebunan tebu - Oemboel dimiliki oleh keluarga Etty asal Inggris.
Masih simpang siur mengenai kepastian angka tahun kedatangan sepeda motor pertama di Indonesia ini. Disebutkan oleh buku Krèta Sètan (De Duivelswagen) bahwa sepeda motor tersebut masuk tahun 1893, tetapi sepeda motor tersebut baru dibuat secara komersil tahun 1894. Yaah, intinya, sepeda motor pertama yang masuk ke Indonesia adalah salah satu sepeda motor komersil pertama yang diproduksi di dunia.
Sepeda motor ini tidak menggunakan rantai dan roda belakang digerakkan langsung oleh kruk as (crankshaft). Meski berusia ratusan tahun, ternyata motor komersial pertama di dunia ini sudah mengusung teknologi yang sampai saat ini masih dipakai diantaranya adalah twin-cylinder horizontal, 4 valve, berpendingin air, dan berkapasitas mesin besar yaitu 1.500 cc dengan bahan bakar bensin atau nafta. Namun, meski bermesin besar tetapi tenaga kuda yang dihasilkan hanya 2,5HP saja pada 240rpm. Selain itu, sepeda motor ini belum menggunakan persneling, belum menggunakan magnet, belum menggunakan aki (accu), belum menggunakan koil, dan belum menggunakan kabel listrik. Diperlukan waktu sekitar 20 menit untuk menghidupkan dan mestabilkan mesinnya.
Pabrikan | Hildebrand & Wolfmüller |
Produksi | 1894–1897 |
Mesin | 1,489 cc (90.9 cu in) two-cylinder water-cooled four-stroke, surface carburetor |
Bore / stroke | 90 mm × 117 mm |
Top speed | 45 km/h |
Power | 2.5 bhp (1.9 kW) @ 240 rpm |
Ignition type | Hot tube |
Transmisi | Direct drive via connecting rods |
Jenis rangka | Steel tubular |
Rem | spoon brake, friction against front tire |
Ban | pneumatic, depan 26 in (66 cm), belakang 22 in (56 cm) |
Berat | 50 kg |
Ketika itu warga pun takut dan terkaget-kaget melihat ada mesin yang digerakan tanpa kuda. Mereka menyebutnya sebagai 'kereta setan'. Demikian ditulis dari ensiklopedi Jakarta.
Pada 1899, di negeri ini juga sudah hadir sepeda motor listrik beroda tiga yang menggunakan tenaga baterai, yang bernama De Dion Bouton Tricycle buatan Perancis. Sepeda motor listrik beroda tiga itu juga digunakan untuk menarik wagon penumpang. Sepeda motor De Dion Bouton cukup terkenal di masanya.
Pada awal tahun 1900an, sepeda motor mulai jadi tren kaum elite di Hindia Belanda. Pemakainya cuma pejabat pemerintahan, pengusaha perkebunan, atau bos pabrik gula. Ketika itu memang pengusaha perkebunan dan gula hidup mewah bak jutawan. Mungkin seperti para miliuner di zaman sekarang.
Sepeda motor lain terlihat pada tahun 1902 yang juga digunakan untuk menarik wagon yaitu sepeda motor Minerva buatan Belgia. Mesin Minerva saat itu juga dipesan dan digunakan pada merk motor lain sebelum bisa membuat mesin sendiri, diantaranya adalah Ariel Motorcycles di Inggris.
Pada 1906, Administratur Bantool (Bantul) di Yogyakarta juga terlihat mempunyai sepeda motor dan beberapa buah mobil. Pada masa itu, memang hanya orang Belanda dan Inggris serta disusul pribumi ningrat yang mempunyai kemampuan membeli sepeda motor pada masa-masa awal.
Seiring dengan pertambahan jumlah mobil, jumlah sepeda motor pun terus bertambah. Lahirlah klub-klub touring sepeda motor, yang anggotanya adalah pengusaha perkebunan dan petinggi pabrik gula.
Berbagai merek sepeda motor dijual di negeri ini, mulai dari Reading Standard, Excelsior, Harley Davidson, Indian, King Dick, Brough Superior, Henderson, sampai Norton. Merek-merek sepeda motor yang hadir di negeri ini dapat dilihat dari iklan-iklan sepeda motor yang dimuat di surat kabar pada kurun waktu dari tahun 1916 - 1926. R.S Stockvis & Zonnen Ltd merupakan salah satu perusahaan yang tercatat menyediakan suku-suku cadang motor dan mobil (juga mengurus pesanan mobil-mobil Eropa maupun Amerika).
Tour de Java
Pengendara mobil di Indonesia masa itu ternyata tidak lepas dari gelegak kompetisi seperti pengendara di luar negeri. Mereka acap kali membuat catatan rekor perjalanan dan jalur yang dianggap umum saat itu adalah Batavia - Soerabaja. Tidak mau kalah dengan pengendara mobil, pengendara sepeda motor pun berupaya membukukan rekor perjalanan lintas Jawa dari Batavia (Jakarta) sampai Soerabaja (Surabaya) yang berjarak sekitar 850 kilometer. Namun, tidak seperti rute mobil yang dicatat secara rinci dalam sumber sejarah, rute sepeda motor agak umum. Hanya disebutkan dari Batavia kearah Bandung, Semarang, Blora, Tjepu, menuju Soerabaja.Tanggal 7 Mei 1917, Gerrit de Raadt dengan mengendarai sepeda motor Reading Standard membukukan rekor perjalanan dari Jakarta ke Surabaya dalam waktu 20 jam dan 45 menit.
Sepuluh hari setelahnya, 16 Mei 1917, Frits Sluijmers dan Wim Wygchel yang secara bergantian mengendarai sepeda motor Excelsior memperbaiki rekor yang dibukukan Gerrit de Raadt. Mereka mencatat waktu 20 jam dan 24 menit, dengan kecepatan rata-rata 42 kilometer per jam.
Rekor itu tidak bertahan lama. Sembilan hari sesudahnya, 24 Mei 1917, Goddy Younge dengan sepeda motor Harley Davidson membukukan rekor baru dengan catatan waktu 17 jam dan 37 menit, dengan kecepatan rata-rata 48 kilometer per jam.
Rekor itu sempat bertahan selama lima bulan sebelum dipecahkan oleh Barend ten Dam yang mengendarai sepeda motor Indian dalam waktu 15 jam dan 37 menit pada tanggal 18 September 1917, dengan kecepatan rata-rata 52 kilometer per jam.
Melihat rekornya dipecahkan oleh Barend ten Dam, enam hari sesudahnya, 24 September 1917, Goddy Younge yang berasal dari Semarang kembali mengukir rekor baru dengan catatan waktu 14 jam dan 11 menit, dan kecepatan sepeda motor Harley Davidson yang dikendarainya rata-rata 60 kilometer per jam.
Gerrit de Raadt yang pertama kali membuat rekor 20 jam 45 menit kemudian memperbaiki rekor terakhirnya dengan sepeda motor Rudge pada 18 Agustus 1932 dengan catatan waktu 10 jam 1 menit atau tidak lebih dari setengah waktu rekor pertamanya. Saat inipun, menempuh Jakarta – Surabaya dalam waktu 10 jam mengendarai motor merupakan pencapaian yang tidak mudah.
Sejak tahun 1934, rute Batavia-Soerabaja tidak lagi hanya melalui Bandung yang jaraknya 845 kilometer, tetapi juga melalui jalur utara (lewat Pamanukan) yang jaraknya lebih pendek 45 kilometer.
Pasca Kemerdekaan
Pada tahun 1950, ribuan motor BMW masuk ke Indonesia dengan dua cara, yaitu lewat jalur pemerintah (hanya perwira yang diizinkan) dan lewat jalur swasta dengan membangun tempat pameran dan pemesanan. Di Bandung saat itu ada dua, yaitu NV Spemotri yang gedungnya saat ini menjadi Bank Niaga di Dago, dan CV Dennbarr di Simpang Lima Bandung. Yang paling banyak masuk Indonesia adalah BMW satu silinder 249 cc, yaitu R25, R26, dan R27. Awalnya motor ini digunakan untuk pengawalan VIP. Namun banyak pula penggemar motor yang ikut memesan. BMW menjadi semacam kendaraan resmi pembuka jalan acara kenegaraan seperti ketika mengawal masuknya bendera Merah Putih ke Bandung tanggal 28 September 1961. Varian langka BMW R51/2 500 cc keluaran 1952 diyakini hanya ada dua di Indonesia.Pada awal tahun 1960-an, skuter Vespa masuk Indonesia disusul dengan skuter Lambretta pada akhir tahun 1960-an. Pada masa itu, masuk pula sepeda motor asal Jepang, Honda, Suzuki, Yamaha, dan belakangan juga Kawasaki. Pada akhirnya, bagaimanapun, seperti juga terjadi di seluruh dunia, motor (mobil) Jepang akhirnya merajai pasar otomotif dunia.
Akhir tahun 1960an, motor produksi Jepang mulai masuk ke Indonesia dan mencapai puncaknya tahun 1970.
Motor produksi Jepang rata-rata berharga murah, dengan kapasitas mesin kecil dan perawatan yang mudah. Sepeda motor kini bukanlah milik orang kaya lagi.
Tahun 1970an Kapolri Jenderal Hoegeng mewajibkan pengendara motor mengenakan helm. Hoegeng prihatin dengan banyaknya angka kecelakaan yang menimpa pemotor. Saat itu kebijakan helm yang diterapkan Hoegeng dianggap kontroversial dan belum umum.
Motor Merk Lokal
Sepeda motor dengan merk lokal Indonesia mulai bermunculan pada tahun 2000-an atau setelah reformasi 1998. Diawali dengan booming motor-motor asal China yang berharga murah yang diminati masyarakat sebagai dampak inflasi tinggi setelah reformasi membuat sepeda motor yang didominasi merk Jepang menjadi mahal. Pada tahun 2000 hadir Kanzen yang dimiliki oleh menteri perindustrian saat itu, diikuti Viar yang berbasis di Semarang. Kemudian di akhir dekade awal 2000an hadir Minerva (tidak ada hubungan dengan Minerva Belgia) dan MAK (Mega Andalan Kalasan). Sayangnya merk-merk lokal ini belum mampu bersaing dengan merk yang lebih dulu hadir, entah karena minimnya dukungan pemerintah, dukungan kapital, kualitas produk atau keengganan masyarakat Indonesia sendiri. Bahkan Kanzen yang sempat dipegang oleh petinggi negara sudah tidak terdengar lagi sekarang.Sumber: wikipedia.org, motorlama.com, merdeka.com.